Peer Pressure : Remaja Konsumtif karena Tekanan Teman ?

11 Desember 2021

Anda mungkin sering mendengar istilah peer pressure atau ‘tekanan teman sebaya’.

Namun apa artinya ? Peer pressure adalah ketika seseorang memilih untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak akan dia lakukan, karena ia ingin merasa diterima dan dihargai oleh teman-temannya. Dan sering kali ini bukan hanya tentang pemaksaan atau dipaksa untuk melakukan sesuatu. 

Peer pressure memang tidak selalu negatif, ada juga sisi positif. Misalnya, anak remaja mungkin terpengaruh untuk menjadi lebih tegas, mencoba aktivitas baru, atau lebih terlibat dengan sekolah.

Tapi bisa juga negatif, terutama bagi remaja. Peer pressure mungkin bisa membuat mereka memilih untuk mencoba hal-hal yang biasanya tidak mereka minati, seperti merokok, berperilaku antisosial, atau mungkin yang kerap kita temui, perilaku konsumtif. 

Tekanan dan pengaruh teman sebaya dapat mengakibatkan remaja:

  • Membeli barang atau memilih pakaian serupa dengan teman-temannya. 
  • Mendengarkan musik yang sama atau menonton acara TV yang sama dengan teman mereka
  • Mengubah cara mereka berbicara atau kata-kata yang mereka gunakan
  • Melakukan hal-hal yang berisiko atau melanggar aturan
  • Belajar lebih keras di sekolah atau malah sebaliknya, tidak belajar sama sekali.
  • Pacaran atau mengambil bagian dalam aktivitas seksual
  • Merokok atau menggunakan alkohol atau obat-obatan lain.

Apa efek jangka panjang dari peer pressure ?

Peer pressure dapat berdampak buruk pada harga diri dan kesehatan mental maupun emosional anak. Mereka akan mencoba menyesuaikan harapan mereka sendiri dengan harapan keluarga dan rekan-rekan mereka, dan seringkali ini bukan hal yang mudah, terutama untuk usia mereka.

Hal ini dapat berkembang menjadi gangguan kesehatan mental seperti kecemasan sosial ketika mereka mencoba untuk menghindari penilaian negatif dari orang lain (terutama dari teman sebayanya).

Peer pressure dan Konsumerisme 

Orang tua mungkin kerap kerepotan dengan anak remajanya yang mulai ingin membeli berbagai barang. Mulai dari tas, baju dan sepatu dengan merk tertentu, gadget terkini, atau mungkin produk skin care yang sedang hits di kalangan anak remaja. 

Padahal, kita tahu, budget untuk ini tidak sedikit dan sebenarnya bukan barang yang benar-benar diperlukan oleh remaja kita. Di sinilah peer pressure sebenarnya berperan aktif. 

Saat anak-anak mencapai usia remaja, ini adalah tahap perkembangan ketika mereka secara alami merasa insecure dan mencari identitas diri. Maka mudah bagi perusahaan-perusahaan memahami keinginan remaja untuk menjadi “keren”, dan memanipulasi keinginan tersebut untuk menjual barang dagangan mereka. Ini sebuah konsep yang telah ditawarkan kepada pemasar oleh psikolog termasuk James McNeal, PhD, yang menulis “Kids As Customers: A Handbook of Marketing to Children.”

“Remaja ingin mengidentifikasi (diri) dengan kelompok sebaya mereka dan dalam arti tertentu, itu adalah titik lemah,” kata psikolog anak Allen Kanner, PhD, yang juga menulis buku Psychology and Consumer Culture: The Struggle for a Good Life in a Materialistic World.

Memang, anak remaja usia 12 sampai 14 tahun, tertarik pada nilai gengsi yang mereka yakini diberikan oleh pakaian bermerek. Ini disebut dalam artikel tahun 1998 di jurnal Adolescence oleh ekonom Linda Simpson, PhD, dari Eastern Illinois University. Ketertarikan pada barang-barang bermerk (branded)  berkembang di masa remaja karena itu adalah saat dimana peer pressure dan penyesuaian diri sangat penting.

 

Media sosial memperburuk Peer Pressure

Peer pressure tidak lagi hanya di ruang kelas atau halaman sekolah, terutama setelah media sosial menjadi bagian hidup remaja. Ada penekanan pada penampilan, pakaian, dan menjalani hidup mereka dengan cara tertentu.

Media sosial telah mengakibatkan banyak remaja merasa lebih banyak tekanan dari teman sebayanya. Rasa takut ketinggalan (FOMO) dan rasa insecure secara sosial semakin meningkat. Padahal, media sosial menunjukkan satu standar yang tidak selalu dapat dicapai.

Ketika seorang influencer memposting review satu brand sepatu di TikTok misalnya, dengan cepat videonya menjadi viral, dan beratus-ratus mungkin juga ribuan remaja segera ingin mendapatkan sepatu tersebut. Mereka takut ketinggalan trend.  

Ini dapat dipahami, karena banyak remaja merasakan tekanan. Mereka juga mengalami kesulitan membedakan antara apa yang benar-benar mereka sukai dan apa yang dicitrakan oleh brand sebagai sesuatu yang harus mereka sukai. 

Peer pressure remaja adalah masalah, terlepas dari penggunaan media sosial; namun, jika digabungkan, media sosial dan peer pressure bisa sangat berbahaya”, menurut sumber Youth Training Solutions. 

Media sosial bagi banyak remaja dapat memicu perasaan kecemasan sosial (social anxiety), yang apabila tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan remaja mengambil keputusan secara impulsif dan buruk, untuk mendapatkan kontrol atas status sosial mereka dan penerimaan yang lebih besar dari teman sebayanya. 

Kapan orang tua perlu waspada tentang Peer Pressure ?

Jika Anda melihat perubahan suasana hati (mood), perilaku, pola makan atau tidur anak Anda, yang menurut Anda disebabkan oleh interaksi dengan teman-temannya, mungkin ini saatnya untuk berbicara dengan anak Anda.

Perubahan suasana hati dan perilaku adalah normal pada pra-remaja dan remaja. Tetapi jika terjadi lebih dari 2 minggu, atau suasana hati mereka yang buruk mengganggu hal-hal yang biasanya mereka nikmati, mereka mungkin memerlukan dukungan untuk kesehatan mental.

Tanda-tanda peringatan meliputi:

  • suasana hati yang terus menerus buruk
  • Kerap menangis
  • agresi atau perilaku antisosial yang tidak biasa
  • perubahan perilaku yang tiba-tiba
  • kesulitan tidur, tetap tidur atau bangun lebih awal
  • kehilangan nafsu makan/ makan berlebihan
  • enggan ke sekolah atau aktivitas lain

Bagaimana orang tua harus bersikap ?

  • Cara terbaik untuk mendukung anak untuk menghadapi peer pressure adalah dengan mendekati masalah dari sudut pandang hidup mereka.

Ajukan pertanyaan tentang apa yang mengkhawatirkan mereka atau membuat mereka merasa tidak nyaman dan validasi perasaan mereka.

  • Saat Anda mendapatkan cerita dari anak, pastikan untuk mengelola emosi Anda, dan cobalah untuk tidak terlihat cemas atau marah. Pastikan Anda tenang, sebab anak-anak sangat pandai menangkap emosi kita dan itu mungkin membuat mereka ragu untuk berbicara dengan Anda.
  • Alih-alih memberi mereka ceramah langsung untuk menghindari peer pressure atau mengungkapkan efek negatifnya, ajaklah anak berdiskusi. Mungkin anak pun sebenarnya sudah tahu apa yang harus ia lakukan , ia hanya butuh dukungan
  • Jika peer pressure yang mereka hadapi membuat mereka jadi konsumtif, orang tua bisa mengajak anak berdiskusi tentang bagaimana iklan bekerja, dan bagaimana itu mempengaruhi pilihan-pilihan mereka. 

Peer pressure akan ditemui hampir di semua rentang usia, tidak berhenti saat anak remaja saja. Perilaku konsumtif orang dewasa pun kerap ditemukan adalah bagian dari peer pressure. Maka, penting untuk memberikan dasar yang kuat dari keluarga sejak dini untuk mengatasinya. 

Jangan ragu untuk mencari tahu cara menghadapi peer pressure kepada psikolog. Anda bisa mulai mencari tahu melalui workshop online berikut ini. Klik poster untuk pendaftaran

 

Baca Juga:

  1. Hadapi Pengaruh Buruk dari Teman Remaja, Semudah Ini
  2. Remaja Makin Konsumtif? Bagaimana Solusinya?
Bagaimana Menurut Anda?
+1
4
+1
0
+1
0
Share with love
Member Premium SOP Member Premium SOP

Gabung Member Premium

Mulai perjalanan memahami emosi diri dan keluarga

Nikmati akses Kelas Video Belajar kapanpun & dimanapun

Gabung Sekarang

Sudah Member Premium? Masuk Di Sini

Contact Us School of Parenting
×

Info Masa Keanggotaan

Perpanjang Paket